Sugeng
Enjing, Selamat Pagi, dan Jo Reggelt (Hungarian)!
Semoga
di pagi yang cerah ini (cuaca kota Rembang) kita semua senantiasa dalam berkah
dan lindungan-Nya.
[semua
bilang ‘ameeen’]
Terinspirasi
dari teman SMA yang semalam bertanya tentang genre dalam update statusku, kali
ini akan terketikkan olehku sebuah cerita naratif.
(halah!!!
Ngomong aja lu mau curhat!)
[so
What? Masalah buat elu pada? Sudah, sudahi saja perdebatan ini]
Pagiku kali ini terawali dengan membuka
mata di kasur lantaiku, yap! tiap kali pulang rumah jarang tidur di kamar. Rasanya
lebih memilih tidur di ruang tengah hanya dengan beralaskan kasur lantai yang
lumayanlah bisa untuk tidur. Semalam agaknya tidurku tidak terlalu larut, tapi
entah kenapa lupa olehku untuk mematikan laptop yang sedari malam menayangkan
film rectoverso. Sejatinya bangunku pagi ini bukan atas kehendakku tapi ‘Tumbas…tumbas’,
suara itu terdengarku dan segera keluar dari peraduanku untuk menemui gerangan
yang sudah ada di depan rumah. Tanpa cuci muka ataupun beres-beres wajah, ku
layani pembeli yang menginginkan deterjen dan pewangi pakaian itu.
Well done, pagi ini-pun terasa special. Masih
jam pagi dan mendapatkan bingkisan dari temennya ibuku yang berisikan
beranekaragam makanan berat yang kiranya sangat cocok untuk mengisi perutku
pagi ini (tadi aku lupa menanyakan nama mas yang kasih tu bingkisan, selang
beberapa menit ibuku telpon dan tanya kepadaku ‘Mas Fajri mpun dugi griya?’
[Mas fajri sudah nyampe rumah?] nah, dari obrolan dengan ibuku baru aku tahu
kalo namanya Mas Fajri)
Oke,
waktu pada jam ponselku menunjukan pukul 7.03 am, dengan segera aku ambil
hidangan pada bingkisan itu dan mari sarapan kawan. Sudah menjadi hal yang biasa
jika aku di rumah yaitu sarapan sendirian.
Taraaaaa, seusainya sarapan, dengan
antusias yang cukup menjanjikan segera membuka warung dan menyapu untuk menarik
pelanggan. Menjadi seorang pelayan toko, inilah pekerjaanku ketikaku di rumah
(sebenarnya bukan pelayan sungguhan sih, hanya penjaga toko, tiap kali ada
pembeli dan aku tak tahu harganya pasti telpon ibu yang sedari pagi sampai
nanti siang berada di Pasar)
Oiya,
lupa ku ceritakan tadi, ibu tadi berpesan kepadaku
“Endog nek milih
dhewe regane 1.300, seprapat 4.500, mundhake lumayan”
(Telur
kalau pembeli milih sendiri harganya 1.300, seperempat 4.500, harganya naik)
Harga
sembako memang paling sering berubah, aku lebih suka jualan snack ringan yang
harganya jarang naik dan aku hafal karena kalau di kosan sering beli makanan
ringan seperti itu. Di usia yang sudah segini (apa? tua?) [bukan! dewasa], aku
masih suka jajanan kaya chocolatos, better, malkist atau apapun itu yang harga
ecerannya 500 rupiah. Berhubung di Semarang, sebelah kosanku ada toko yang
jualan seperti itu jadi ya acapkali beli jajanan di situ.
Saat menulis cerita ini-pun aku stay di
warung dan sesekali melayani pembeli, jadi ya kalau tak ada pembeli aku mulai
mengetik lagi sembari memikirkan apa yang mesti aku ceritakan.
Eh, maaf ya pembaca, kiranya harus aku
lanjut nanti aja. Ini saya sendirian di warung tak ada kawan dan dapet telpon
dari ibu barang apa aja yang kiranya sudah hampir habis. Ok, postingan ini
cukup sekian dulu ya.
Erik
Deka, 9 Juni 2013, 9.05 am (Putra kedua dan terakhir pasangan yang begitu mencintai
keluarga melebihi apapun, Subaidi & Nyamini)
No comments:
Post a Comment